Jawabannya adalah TIDAK BOLEH dilakukan secara paksa dan/atau dengan ancaman. Pada praktiknya apabila seseorang membeli kendaraan bermotor secara kredit melalui lembaga pembiayaan konsumen (sering dikenal dengan istilah leasing), kredit tersebut akan diikat dengan suatu jaminan yang bernama Jaminan Fidusia.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 dalam amarnya angka 2, sejatinya telah menganulir penarikan kendaraan akibat dari kelalaian debitur dalam bentuk tunggakan angsuran kredit. Putusan a quo mensyaratkan harus terdapat kesepakatan “cidera janji” antara debitur dan kreditur. Sehingga, apabila hal tersebut tidak diatur, maka proses eksekusi jaminan Fidusia harus dilakukan dengan cara yang Legal dan tidak semerta-merta dilakukan pemaksaan maupun pengancaman.
Lantas bagaimana apabila telah terdapat klausul kesepakatan “cidera janji” dalam perjanjian pengikatan Jaminan Fidusia? Apa boleh tetap ditarik paksa oleh “Mata Elang”?
Hal yang seringkali dilakukan oleh Lembaga Pembiayaan Konsumen untuk menarik objek-objek jaminan para debiturnya adalah dengan mendelegasikan pihak ketiga yang biasa disebut sebagai “Mata Elang”. Namun, cara yang acapkali digunakan oleh Mata Elang adalah cara-cara paksa bahkan sampai ada mengancam debitur. Padahal, Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK 35/POJK.05/2018 telah memberikan kriteria Pihak Ketiga yang dapat melaksanakan eksekusi terhadap objek Jaminan Fidusia, salah satunya adalah telah memperoleh sertifikasi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan.
Sehingga sudah terang apabila “Mata Elang” tersebut belum mengantongi sertifikasi dari OJK apalagi melakukan penarikan dengan cara pemaksaan dan pengancaman sebagaimana dimaksud oleh POJK a quo, maka oknum tersebut tidaklah berwenang melakukan penarikan terhadap Objek Jaminan Fidusia tersebut.